| 0 comments ]

Meskipun pengumuman kelulusan SMA (dan MA) serta SMK masih jauh dilaksanakan, direncanakan pada akhir Mei 2012, bahkan Ujian Nasional (UN)-nya sendiri belum dilaksanakan, tetapi pembicaraan tentang seleksi masuk ke perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah atau yang dikenal dengan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) sudah mulai menghangat.
Pembicaraan tentang SNMPTN berkisar pada efektivitas model seleksi tersebut, keadilan bagi sekolah, keadilan bagi siswa, dan sebagainya, sampai dengan teknis pelaksanaan SNMPTN itu sendiri. Itu semua menunjukkan bahwa sampai sekarang ini PTN di Indonesia masih menjadi university of choice", maksudnya perguruan tinggi yang menjadi pilihan utama masyarakat. Kenapa? Karena SNMPTN merupakan satu-satunya pola seleksi yang dilaksanakan secara bersama oleh seluruh PTN dalam satu sistem yang terpadu dan diselenggarakan secara serentak.

Kepercayaan PTN
Sebagaimana dengan tahun lalu, SNMPTN tahun 2012 ini pun akan dilaksanakan melalui dua jalur, masing-masing adalah Jalur Undangan yang keputusannya didasarkan pada prestasi akademik siswa dan Jalur Ujian Tertulis dan Keterampilan yang keputusannya didasarkan pada hasil ujian tertulisnya itu sendiri. Di luar itu ada beberapa PTN yang menyelenggarakan Jalur Mandiri sesuai dengan karakter lembaga yang bersangkutan.
Pengertian prestasi akademik dalam SNMPTN Jalur Undangan adalah prestasi siswa selama menjalankan proses belajar mengajar di SMA atau SMK. Prestasi akademik ini sangat ditentukan oleh pendidik atau guru di sekolahnya masing-masing, hal ini menandakan adanya kepercayaan pihak PTN terhadap para pendidik SMA dan SMA khususnya serta terhadap lembaga SMA dan SMK-nya itu sendiri.
Kepercayaan ini harus dipegang teguh dan jangan sampai dikhianati, misalnya dengan memanipulasi nilai raport, nilai ujian harian, nilai ujian semesteran bahkan jangan sampai mendukung kecurangan dalam UN yang menyebabkan hasilnya tidak valid.
Kalau dilihat dari jumlah, siswa SMA dan SMK yang akan diterima melalui Jalur Undangan tidaklah sedikit, bahkan lebih banyak daripada Jalur Ujian Tertulis. Contoh riilnya UGM Yogyakarta pada tahun 2012 ini berencana menerima mahasiswa baru sebanyak 8.179 orang, dari jumlah ini sebanyak 4.172 atau 58 persen mahasiswa baru akan diterima melalui Jalur Undangan dan 3.467 atau 42 persen mahasiswa baru akan diterima melalui Jalur Ujian Tertulis. Sebagai catatan UGM Yogyakarta pada tahun ini tidak akan menerima mahasiswa baru melalui Jalur Mandiri.
Dari angka ilustrasi tersebut jelas sekali bahwa kuota mahasiswa baru melalui Jalur Undangan lebih besar daripada mahasiswa baru melalui Jalur Ujian Tertulis. Hal ini menunjukkan demikian besarnya kepercayaan PTN pada umumnya dan UGM pada khususnya yang diberikan kepada para guru SMA dan SMK dalam menentukan prestasi siswa.
Penentuan kuota SNMPTN Jalur Undangan didasarkan pada akreditasi yang disandang oleh SMA dan SMK yang bersangkutan, atau SNMPTN Berbasis Akreditasi. Konkretnya, sekolah yang terakreditasi A oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah (BAN-S/M) boleh mengajukan 50 persen lulusannya, terakreditasi B sebanyak 30 persen, terakreditasi C sebanyak 15 persen, dan selebihnya 5 persen untuk sekolah yang belum terakreditasi. Sebagai catatan, tahun lalu "jatah" untuk sekolah yang terakreditasi B hanya 25 persen dan terakreditasi C hanya 10 persen.
Sangat Argumentatif
Penentuan kuota berbasis pada akreditasi yang disandang oleh SMA dan SMK yang bersangkutan tersebut, meskipun bukan hal baru, ternyata masih mengundang polemik. Ada pihak menganggap kebijakan tersebut sudah tepat tetapi di lain pihak berpendapat hal itu tidak tepat.
Terlepas dari polemik tersebut, kalau kita mengacu pada perundangan yang ada dan substansi akreditasi itu sendiri maka kebijakan penentuan kuota berbasiskan akreditasi sangatlah argumentatif.
Pasal 60 ayat (1) UU Sisdiknas secara eksplisit menyatakan akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Sementara itu Pasal 86 ayat (3) PP No 19 Tahun 2005 secara jelas menyatakan akreditasi merupakan bentuk akuntabilitas publik dilakukan secara objektif, adil, transparan dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Jelas sekali SMA dan SMK yang terakreditasi oleh BAN-S/M adalah sekolah yang satuan dan programnya dijamin layak secara hukum. Pada sisi yang lain status akreditasi A, B atau C diperolehnya dengan cara objektif, adil, transparan, komprehensif menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu pada SNP. Sebagai catatan akreditasi SMA melekat pada satuan pendidikan, sedangkan akreditasi SMK melekat pada program kejuruan, program studi, program keahlian atau apa pun namanya.
Dalam realitasnya selama ini pelaksanaan akreditasi oleh BAN-S/M menggunakan perangkat akreditasi yang telah dikukuhkan oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas). Perangkat ini terdiri dari empat bagian yang tidak terpisahkan, yaitu Instrumen, Petunjuk Teknis, Data Pendukung dan Teknik Penghitungan Skor Akreditasi.
Dengan logika status akreditasi A lebih tinggi daripada B, dan status akreditasi B lebih tinggi daripada C, maka wajarlah kalau kuota SMA atau program studi SMK yang terakreditasi A lebih tinggi (50 persen) daripada B (30 persen) dan lebih tinggi daripada yang terakreditasi C (15 persen).
Di samping sangat argumentatif, penentuan kuota SNMPTN Jalur Undangan yang berbasis kepada akreditasi sekolah juga secara langsung dan tidak langsung akan mendorong pihak sekolah mencapai status akreditasi yang maksimal, status A, yang berarti mendorong pihak sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolahnya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan yang telah menjadi acuan resmi kualitas pendidikan di Indonesia sekarang ini !!! q - c. (106-2012).

*) Prof Dr Ki Supriyoko SMU MPd, Direktur Pascasarjana Pendidikan UST Yogyakarta dan Anggota Badan Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah.

0 comments

Post a Comment